EKSPEKTASI: Apa yang Salah?

Gambar. Ekspektasi
(Sumber: quotefancy.com)

Ekspektasi atau dalam bahasa inggris disebut expectation diartikan secara sederhana sebagai angan – angan, harapan, dan impian. Ekspektasi dapat lahir dari semua imajinasi kita tentang apa yang terjadi di masa datang. Ekspektasi juga dapat lahir dari adanya peluang untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi target atau capaian berdasarkan rencana yang telah disusun. Ekspektasi melahirkan optimisme seseorang terhadap kehidupannya serta melahirkan optimisme terhadap apa yang akan diperolehnya. Manusia di dunia telah menanggap optimisme itu lebih baik dari sikap pesimisme. Sikap optimisme sampai saat ini masih kita anggap baik, dan katakanlah itu baik. Pembahasan ini akan menarik jika kita sandingkan dengan satu hal yang lebih pasti terjadi dibandingkan sikap optimisme dan pesimisme, yaitu realitas. Contoh sederhana untuk kasus ini, meskipun para pembaca yang sudah paham tidak perlu ada contoh, contoh tersebut ialah sebuah cerita seperti berikut.
Suatu ketika seorang ayah mengajak anaknya pergi untuk melihat pertunjukan sirkus. Sang anak sebelum pergi ke pertunjukan sirkus tersebut telah diceritakan semua hal tentang pertunjukan sirkus. Pertunjukan sirkus digambarkan oleh sang Ayah kepada anaknya sebagai suatu acara yang meriah, seru, dan lucu. Singkat cerita, mereka berdua datang dan mulailah mengantri untuk membeli tiket. Antrian tiket cukup panjang karena malam itu ialah malah minggu sehingga banyak orang yang ingin pergi menonton. Satu jam berlalu mereka belum juga mendapatkan tiket. Dua jam berlalu antrianpun masih terlihat panjang. Sang Ayah mulai khawatir tidak mendapatkan tiket dan takut membuat anaknya kecewa. Sang anak nampaknya mulai kehilangan apa yang ia angan – angankan untuk melihat pertunjukan sirkus yang meriah, seru, dan lucu sebagaimana ayahnya ceritakan. Harapan mulai muncul ketika beberapa orang sudah mulai menyerah dengan antrian sehingga mereka berdua memiliki harapan untuk mendapatkan tiket lebih cepat, dan betul saja 30 menit kemudian mereka mendapatkan tiketnya seharga Rp.100.000 per orang. Ayah dan anak tersebut kemudian lari menuju pintu masuk pertunjukan sirkus, dan apa yang terjadi sungguh mengejutkan yaitu mereka harus mengantri kembali. Namun tak selama mengantri tiket, karena 30 menit kemudian mereka hampir mendekati petugas pemeriksa tiket. Perjalanan waktu yang lama, mereka menghabiskan tiga jam untuk sebuah keinginan melihat pertunjukan sirkus. Waktu yang dinanti tiba, dan diserahkan dua tiket kepada petugas pemeriksa tiket. Namun apa yang terjadi, telapak tangan petugas tiket tidak menghadap ke atas tetapi menghadap ke depan yang berarti penolakan, dan berkatalah petugas itu kepada mereka berdua, “Bangku sudah penuh. Kalian tidak bisa masuk. Tiket kalian sudah tidak berlaku lagi sekarang.” Lalu pintu pertunjukan sirkus ditutup.
Realitas benar – benar menghancurkan ekspektasi. Ekspektasi hanyalah sebuah gambar, sedangkan realitas adalah wujud asli dari gambar tersebut. Dua kemungkinannya adalah wujud asli tersebut menyerupai gambar atau justru berbeda sekali. Seyakin apapun mengenai ekspektasi yang dimiliki, namun ketika ekspektasi tersebut tidak diizinkan untuk lahir menyerupai rancangannya, maka ekspektasi tersebut tidak berarti apa – apa lagi. Sebagaimana contoh cerita di atas yang mengisahkan tentang makna ekspektasi yang tidak sesuai dengan realitas. Ekspektasi tersebut pupus hanya karena satu realita yang benar – benar di luar dugaan. Dugaan bahwa jumlah tiket dengan kursi penonton pasti sudah disesuaikan, namun pada kenyataannya berlainan. Pada titik ini sungguh menyiratkan sesuatu bahwa ekspektasi tidak dapat dipercayai secara penuh. Faktanya banyak faktor bekerja dalam kehidupan ini, sehingga banyak kemungkinan yang terjadi. Pantaslah kehidupan dengan kemungkinan yang begitu rumit ini hanya dapat diatur oleh Sang Pencipta.

Lalu, apakah salah kita berekspektasi. Ekspektasi itu apakah harus benar – benar dihilangkan dari pikiran kita. Jawabannya ialah hilangkan ekspektasi itu jika membuat kita terlalu membayangkan hasil akhirnya daripada proses. Ekspektasi itu harus selalu ada namun tempatkan di balik wajah kita. Wajah kita harus dipenuhi dengan kenyataan bahwa proses masih berjalan dan sedang diupayakan, serta masih banyak kemungkinan yang terjadi. Sikap seperti demikian akan melahirkan sikap kehati – hatian yang dapat diwujudkan dalam beberapa hal seperti cara bertutur kata, menyikapi permasalahan, kerendah hatian, dan lain sebagainya. Sikap kehati – hatian akan menghindarkan kita dari sikap yang akan merugikan orang lain. Sikap tersebut juga akan melahirkan sikap kerendahan hati sehingga kita tidak akan dikuasai oleh ekspektasi yang ada pada diri dan ekspektasi yang diberikan orang lain. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, bahwa ekspektasi barulah sebuah gambar dan belum berwujud sehingga dalam hal ini realitas belum terpenuhi.

Optimisme tidak sepenuhnya benar dan pesimisme tidak sepenuhnya salah. Optimisme tidak sepenuhnya benar berarti bahwa optimisme yang sangat tinggi akan mengurangi kewaspadaan kita terhadap kemungkinan – kemungkinan lain yang akan memupuskan ekspektasi. Pada sisi yang lain, kita tidak sempat menyadari hal tersebut sehingga akan menjadi terlambat dalam menyikapinya. Pesimisme tidak sepenuhnya salah menandakan bahwa perlunya melihat kemungkinan yang akan terjadi sehingga kita perlu mempersiapkan rencana lain untuk menyikapi sesuatu hal. Rencana tersebut akan sangat bermanfaat ketika ternyata ekspektasi kita memang benar – benar tidak terjadi dan membuat waktu kita lebih efisien untuk mengerjakan rencana yang lain. Optimisme dan pesimisme dalam hal ini masih tetap berkaitan antara satu dengan yang lain. Sikap yang tidak baik dan benar ialah jika bersikap sepenuhnya optimis dan sepenuhnya pesimis. Sepenuhnya optimis terhadap ekspektasi akan menimbulkan kekecewaan dan kebencian ketika realitas tidak sesuai, sepenuhnya pesimis justru akan hanya menghilangkan ekspektasi sehingga ketidakjelasan tujuan yang akan diperoleh. Kebijaksanaan dalam memperlakukan ekspektasi menjadi penting agar kita lebih waspada terhadap apa yang akan terjadi. Berekspektasi itu perlu namun sewajarnya, letakkan ekspektasi dan fokus pada proses.

Semoga opini ini bermanfaat untuk para pembaca. Semua opini tersebut dimungkinkan masih kurang tepat, sehingga penting untuk dapat mendengarkan pendapat pembaca. Terima kasih sebelumnya sudah membaca dan sampai bertemu di tulisan selanjutnya.

Yoga Prismanata

Saya adalah seorang penggiat di dunia pendidikan. Konsentrasi saya sekarang ialah dalam hal teknologi pendidikan dan pendidikan geografi. Saya sangat suka dalam menciptakan karya, baik berupa tulisan maupun media pembelajaran.

1 Komentar

Kami ucapkan terima kasih telah mengunjungi dan membaca tulisan di website kami. Silahkan sampaikan kritik, saran, dan diskusi melalui kolom komentar.

Lebih baru Lebih lama