Polemik penentuan jatuhnya hari raya idul fitri yakni 1 syawal memang kerap kali menimbulkan kegelisahan di kalangan umat islam khususnya yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan berbedanya pendapat dari beberapa organisasi masyarakat atau ormas, pemerintah dalam hal ini kementerian agama, dan para ahli atau astronom. Namun untuk di Indonesia perbedaan penentuan 1 syawal yang sering terjadi adalah antara ormas satu dengan yang lain. Misalnya antara dua ormas besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdathul Ulama (NU). Dari tahun ke tahun yang sering memiliki perbedaan adalah Muhammadiyah yang tiap tahunnya selalu menentukan jatuhnya 1 syawal secara mandiri (keputusan ormas) yakni dengan menggunakan metode hisab (perhitungan secara astronomi), sedangkan dengan menggunakan metode Rukyatul Hilal (metode dengan melihat bulan) Nahdathul Ulama (NU) sebenarnya juga melakukan hal yang sama yaitu melakukan penentuan 1 syawal secara mandiri namun tidak memutuskan pada tingkatan ormas akan tetapi diputuskan setelah melaksanakan sidang isybat yang difasilitasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Sidang isybat penentuan 1 syawal sendiri selain dihadiri oleh ormas – ormas islam di Indonesia, juga dihadiri oleh para astronom dan perwakilan dari negeri – negeri sahabat seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagainya. Sidang isybat akan memutuskan kapan jatuhnya 1 syawal setelah mendengarkan penjelasan dari tiap – tiap anggota rapat (meliputi ormas dan para ahli/astronom).
Setiap tahun pasti terjadi polemik tentang penentuan 1 syawal atau hari raya idul fitri. Hal ini lebih disebabkan adanya perbedaan metode yang digunakan serta berbedanya acuan yang digunakan dalam penentuan 1 syawal, baik yang berasal dari Hadist maupun Al-Quran (akan tetapi dalam hal ini perbedaan lebih kepada adanya perbedaan hadist yang digunakan). Namun dalam kesempatan kita kali ini tidak terlalu membahas tentang hadist apa yang digunakan, akan tetapi bagaimana kita dapat memandang ini dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
Pada tahun ini Muhammadiyah menentukan 1 syawal jatuh pada Selasa, 30 Agustus 2011; sedangkan Nahdathul Ulama (NU) menetapkan 1 syawal jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011 setelah melakukan Rukyatul Hilal di beberapa titik di wilayah Indonesia. Sedangkan para pakar astronomi di Boscha, mengatakan bahwa 1 syawal akan jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011 setelah melihat posisi bulan yang kurang 2 derajat sehingga mereka tidak dapat melihat bulan meskipun menggunakan teleskop yang ada hingga matahari terbenam.
Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, pengertian bulan baru yang menandakan telah masuknya dari satu bulan ke dalam bulan berikutnya adalah ketika bulan sabit dapat terlihat di ufuk barat sehingga dapat diartikan malam itu menandakan telah masuknya ke bulan yang berikutnya. Sedangkan pergantian bulan dari bulan romadhon ke bulan syawal dari sudut pandang islam sebagaimana dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda :
إذا رأيتموه فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غُمَّ عليكم فاقدروا له
Artinya :
“Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah.” (HR Bukhari no 1767; Muslim no 1799; An-Nasa`i no 2094; Ahmad no 7526).
Dapat diperjelas dengan gambar seperti berikut ini.
Yang menjadi pertanyaan sebenarnya adalah bagaimana posisi bulan yang dapat menandakan bahwa hari tersebut telah memasuki pergantian bulan berdasarkan penanggalan secara hijaiyah, yaitu dari bulan romadhon ke bulan syawal. Dari beberapa hadist menjelaskan bahwa pada intinya kita diperintahkan untuk melihat hilal atau bulan dalam menentukan 1 syawal, sedangkan jika tidak dapat melihat bulan (terjadi ketika bulan pada fase bulan baru/new moon) maka diperintahkan kepada kita untuk menggenapkan bilangan puasa menjadi 30 hari. Yang dimaksudkan melihat bulan disini adalah bulan dapat dilihat secara kasat mata, sehingga seharusnya kita akan melihat bulan pada fase bulan sabit (waxing crescent). Bulan membutuhkan waktu 29,12 hari dalam revolusinya terhadap bumi, namun waktu ini masih bersifat relatif. Sedangkan waktu yang sebenarnya diperkirakan kurang lebih 27 hari, yakni selisih 2 hari dari waktu relatifnya. Dengan demikian jelaslah bahwa kita seharusnya meilhat bulan pada fase bulan sabit.
Berdasarkan hal tersebut sebenarnya kita dapat menentukan sendiri kapan jatuhnya 1 syawal dengan studi kasus penentuan 1 syawal di Indonesia, yakni dengan melihat posisi bulan terhadap matahari. Apakah ada kemungkinan dapat terlihat bulan sabit baru atau tidak. Lalu apakah kita harus pergi ke pinggir pantai atau harus ke pesisir pulau untuk menentukannya ? bagi yang rumahnya di pesisir memang tidak masalah, namun jika kita berada jauh dari pesisir apakah kita mau pergi jauh – jauh hanya untuk melihat bulan (lebih baik menunggu pengumuman pemerintah). Namun intinya bukanlah itu, bertempat tinggal jauh ataupun dekat dari pesisir bukanlah masalah, karena dalam pembahasan kita kali ini menggunakan sebuah software yang disebut STELLARIUM yakni sejenis observatorium virtual yang didalamnya dapat terlihat berbagai benda angkasa yang dapat terlihat dari sudut pandang Bumi. Selain itu software ini secara otomatis akan menyesuaikan pergerakan (rotasi dan revolusi) benda – benda langit berdasarkan waktu dan tempat yang telah di atur sebelumnya. Mari kita coba buktikan, apakah software ini bekerja sesuai dengan keadaan sebenarnya atau tidak. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membuka software yang telah terinstal di komputer Anda. Berikut tampilan softwate STELLARIUM, dilengkapi beberapa komponen meliputi arah mata angin, grid (geografis).
2. Langkah persiapan adalah menentukan titik lokasi dan waktu pengamatan. Titik lokasi pengamatan dalam pembahasan berada di Bantul, Yogyakarta, Indonesia yang terletak pada S 7° 52' 48.00" LS dan 110° 19' 48.01" BT dengan elevasi 49 m. Seperti tampak pada gambar berikut ini,
Setelah mengatur lokasi pengamatan langkah selanjutnya adalah menentukan waktu pengamatan. Pengamatan yang tepat untuk penentuan 1 syawal pada umumnya dilakukan pada sore hari hingga terbenamnya matahari. Pada studi kasus kita kali ini adalah pada tanggal 29 Agustus 2011, sedangkan waktunya kita atur pada pukul 17.4 0 WIB, sehingga akan tampil seperti berikut ini,
Dan untuk memudahkan pengamatan kita ubah landscape (pandangan) agar bulan dapat terlihat dengan baik, yakni kita ubah ke landscape jenis “ocean”. Seperti tampak pada gambar berikut ini,
3. Setelah persiapan selesai mari kita mulai melakukan pengamatan. Untuk memperjelas pandangan kita terhadap posisi bulan dan matahari, nonaktifkan fitur atmosfir dengan menekan “A” pada keyboard. Maka tampilannya adalah sebagai berikut,
Setelah semua dapat terlihat dengan baik (matahari dan bulan), perjelas atau perbesar bulan dengan menggunakan fitur lensa okuler dengan menekan “Ctrl+O” setelah mengeklik bulan pada software tersebut, sehingga tampilannya adalah sebagai berikut,
Gambar diatas adalah bulan pada tanggal 29 Agustus 2011, pukul 17.40 WIB. Terlihat bahwa belum terlihat bulan sabit yang artinya belum memasuki bulan 1 syawal dengan demikian hari esok masih masuk pada bulan romadhon. Untuk lebih jelas mari kita lihat posisi bulan dan matahari yakni dengan menonaktifkan fitur “Ground/tanah” dengan menekan huruf “G” pada keyboard sehingga akan tampat seperti berikut,
Kita coba tarik lurus sehingga akan terlihat seperti gambar diatas, sehingga dapat kita lihat bahwa antara posisi bulan dan matahari masih dalam posisi yang relatif sejajar sehingga sisi terang bulan (bagian yang terkena cahaya matahari) tidak dapat terlihat oleh kita yang berada di bumi. Oleh karena itulah kita tidak dapat melihat bulan karena bagian/sisi gelap bulan masih menghadap ke arah kita yang ada di bumi.
Dari hasil tersebutlah maka dapat dipastikan bahwa esok yakni tanggal 30 Agustus 2011 masih masuk dalam bulan romadhon, maka sesuai acuan hadist Rosululloh SAW bilangan puasa digenapkan menjadi 30 hari. Maka disimpulkan bahwa 1 Syawal 1432 H sesuai analisa diatas akan jatuh pada 31 Agustus 2011. Dan demikian pula 1 Syawal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam sidang isybat kemarin yang jatuh pada 31 Agustus 2011 juga. Analisa yang sederhana ini mungkin saja dapat terjadi kesalahan, namun setidaknya kita juga mampu memberikan pandangan (jika analisa yang kita lakukan ini benar) kepada masyarakat tentang mengapa terjadi hal seperti demikian yang tentu saja kita dapat memberikan penjelasan secara ilmiah seperti yang telah kita lakukan ini. Sekarang kita tes apakah tanggal 31 Agustus benar – benar masuk pada bulan Syawal atau belum dengan melakukan prosedur yang sama seperti diatas, dan hasilnya adalah sebagai berikut.
Jika dibandingkan dengan posisi bulan dan matahari pada tanggal 29 Agustus 2011, posisi bulan pada tanggal 30 Agustus 2011 pukul 17.46 WIB ini terlihat lebih tinggi sehingga dimungkinkan terlihatnya bulan sabit yang menandakan pergantian bulan dari romadhon ke bulan syawal. Jika lebih diperbesar, maka hasilnya adalah sebagai berikut.
Dari pengamatan menggunakan fitur teleskop dari STELLARIUM, Bulan sabit terlihat sangat tipis. Bulan sabit yang menandakan pergantian bulan menurut kalender hijaiyah tersebut akan lebih terlihat jelas jika kita berada di Mekah, Arab Saudi. Berikut tampilan bulan jika dilihat di Mekah.
Perbedaan tidak seharusnya merasa miskin atau memiskinkan orang lain, baik ilmu maupun materi. Namun seharusnya menjadikan perbedaan ini sebagai kakayaan terhadap ilmu pengetahuan yang dimiliki setiap individu manusia yang hakikatnya memang berbeda dari yang lain artinya tidak pernah ada yang sama. Berpuasa bukanlah perkara bilangan 29 hari atau 30 hari, namun jika lebih kita samakan menjadi bilangan 1 bulan berpuasa maka semuanya akan baik – baik saja sebab itulah hakikatnya berpuasa. Kapanpun kita merayakan Idul Fitri, kita tetap satu, yaitu umat-Nya.
Oke nih postingannnya.
thanks untuk sharing-nya.
Bisa dicoba ini...
thanks ya. Btw download software stellarium-nya dmn?