Opini Terhadap Penahanan Guru SMPN 1 Turi Yogyakarta

Gambar. Ilustrasi Kegiatan Kepramukaan
(Sumber : mojok.co)

Pada Jumat tanggal 21 Februari 2020 terjadi sebuah tragedi yang memakan korban jiwa. Tragedi tewasnya 10 siswa dari SMPN 1 Turi, Sleman, D.I. Yogyakarta dalam sebuah kegiatan susur sungai yang merupakan rangkaian kegiatan Kepramukaan yang ada di sekolah tersebut. Kita tentu turut menyesalkan kejadian tersebut, sebab kegiatan kepramukaan yang seharusnya menjadi ajang untuk mengasah keterampilan serta ketangguhan harus berakhir dengan duka. Tentunya kegiatan kepramukaan yang diharapkan ialah berakhir dengan kegembiraan. Untuk kronologi lengkapnya kami ambilkan dari sumber berikut.

Gambar. Kronologi Tewasnya Peserta Susur Sungai
(Sumber : mojok.co)

Tragedi tersebut tentu membawa luka yang begitu mendalam bagi para orang tua korban. Mereka semua tentu tidak menyangka putra/putri mereka berpamitan berangkat ke sekolah, pada akhirnya harus pulang tanpa nyawa. Kami turut berbela sungkawa atas tragedi tersebut, semoga keluarga yang ditinggalkan senantiasa diberikan ketabahan serta keikhlasan atas ketentuan yang Allah SWT tetapkan. Kemudian kedepannya semoga tidak terjadi kejadian serupa dimanapun tempatnya. Cukuplah hal tersebut terjadi sekali, dan dijadikan pengalaman kita semua khususnya yang saat ini terjun dan mendapatkan amanah dalam dunia pendidikan. 

Baiklah rekan-rekan, berdasarkan kronologi yang telah kita ketahui bersama. Barangkali kita semua sepakat bahwa hal tersebut adalah sebuah kelalaian besar bagi para pembina Pramuka di sekolah tersebut. Jika dilihat dari sisi manapun juga, para pembina Pramuka di sekolah tersebut memang pantas jika dijadikan tersangka. Pembina yang seharusnya berperan untuk mengawasi dan mengontrol secara penuh kegiatan, terlebih kegiatan yang beresiko tinggi, harus meninggalkan kegiatan tersebut. Kami secara pribadi sangat menyayangkan hal tersebut. Pada poin ini kita semua sepakat para pembina tersebut perlu diadili dalam meja hijau. Sebab, bagaimanapun juga ada korban nyawa dalam kegiatan tersebut. Bukan hanya 1 korban meninggal, bahkan ada 10 korban jiwa.

Kita sepakat bahwa para pembina menjadi tersangka, sesuai dengan penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian. Namun, ada hal yang lain yang barangkali kita semua tidak sepakat yakni tentang penangkapan dan penahanan para tersangka. Bagi yang belum melihat bagaimana penangkapan dan penahanan para pembina pramuka SMPN 1 Turi, silahkan lihat di beberapa media massa. Sebab, kami tidak ingin membahasas dan menampilkannya di media ini. Namun, akan kami berikan sedikit gambaran tentang bagian yang membuat kami tidak sepakat. 

Para tersangka yakni para pembina pramuka yang dua diantaranya merupakan guru di sekolah yang bersangkutan, dihadirkan di depan media dengan baju orange khas baju para tersangka serta dengan tampilan kepala yang plontos alias gundul. Ditambah mereka dihadirkan di depan media tanpa ada sensor ataupun atribut yang dapat menutupi wajah mereka. Kami menilai jika para tersangka mengenakan baju orange memanglah sudah hal biasa, dan hal tersebut tentu berlaku terhadap semua tersangka tanpa terkecuali. Namun, untuk penggundulan ataupun tampilan para tersangka dengan kepala plontos  (gundul) yang diantaranya merupakaan seorang Guru, sedikit banyak kami menyayangkan hal tersebut. Dikutip dalam Kompas (kompas.com) Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, "PGRI sangat kecewa dan menyesalkan dan meminta institusi Polri untuk memberikan sanksi kepada siapapun yang tidak berlaku sesuai ketentuan,". Beliau juga mengemukakan bahwa memperlakukan guru dengan menggunduli, membiarkan telanjang kaki, dan memperlakukan seperti residivis itu melukai hati nurani guru seluruh Indonesia. Hal tersebut ditambah dengan tanpa adanya sensor terhadap wajah para tersangka, hal tersebut dinilai berlebihan dalam memperlakukan tersangka yang notabene merupakan seorang Guru.

Kami kurang memahami secara rinci apa alasan pihak Kepolisian hingga menggunakan prosedur penahanan seperti demikian. Pertanyaan ini harus diulang kembali, apakah prosedur penahanan seperti demikian sudah benar. Sebab, kami melihat di beberapa kesempatan di media massa, para tersangka kerap dipakaikan penutup kepala atau bahkan sensor di bagian wajah. Namun yang kami lihat pada penahanan para pembina dan guru SMPN 1 Turi kemarin rasanya berbeda. Kami melihat mereka diperlakukan bak penjahat kelas kakap yang telah melakukan kejahatan besar. Terlepas kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa 10 siswa peserta susur sungai, kami tetap berpendapat bahwa hati nurani perlu digunakan dalam menjalankan proses hukum terhadap tragedi yang telah terjadi ini, tanpa mengurangi keadilan terhadap para korban yang telah meninggal. Bagaimanapun juga mereka adalah para Guru. Kesempatan besar bagi pihak Kepolisian untuk menjelaskan kepada publik mengenai hal tersebut, jika prosedur yang dilaksanakan sudah benar sesuai prosedur. Sebaliknya, jika memang merasa pihak Kepolisian melakukan kesalahan, ada baiknya untuk mengklarifikasi dan meminta maaf, yang kemudian dapat dijadikan evaluasi bagi institusi Kepolisian.



Sumber :
Mojok. (25 Februari 2020). 3 Tersangka Tewasnya 10 Siswi Smpn 1 Turi dan Fakta-fakta yang Bikin Emosi. Diambil pada tanggal 29 Februari 2020, dari https://mojok.co/red/rame/kilas/3-tersangka-tragedi-10-siswi-smpn-1-turi-tewas-dan-fakta-fakta-yang-bikin-emosi/

Kompas. (26 Februari 2020). Penggundulan Guru SMPN 1 Turi, PB PGRI: Itu Melukai Hati Nurani Guru. Diambil pada tanggal 29 Februari 2020, dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/26/205500465/penggundulan-guru-smpn-1-turi-pb-pgri-itu-melukai-hati-nurani-guru
Yoga Prismanata

Saya adalah seorang penggiat di dunia pendidikan. Konsentrasi saya sekarang ialah dalam hal teknologi pendidikan dan pendidikan geografi. Saya sangat suka dalam menciptakan karya, baik berupa tulisan maupun media pembelajaran.

3 Komentar

Kami ucapkan terima kasih telah mengunjungi dan membaca tulisan di website kami. Silahkan sampaikan kritik, saran, dan diskusi melalui kolom komentar.

Lebih baru Lebih lama