Ekosistem Laut Dalam (Deep Sea) Yang Menakjubkan


Laut dalam merupakan daerah yang tidak pernah diungkapkan dan dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke luar angkasa dari pada ke bawah laut. Itulah sebabnya banyak yang tidak mengetahui keajaiban-keajaiban yang ada dilaut. Kedalaman 300 meter yang ada pada laut merupakan daerah yang tidak dapat tertembus oleh sinar matahari, sehingga suasana pada kedalaman tersebut adalah gelap, kemudian pada kedalaman tersebut tekananb ertambah dan suhu airpun menurun. Zona yang demikian disebut “Twilight Zone”. Pada zona ini semua hewan laut terlihat transparan atau tembus pandang, hal tersebut merupakan sebuah mekanisme bertahan hidup makhluk-makhluk laut agar tidak dengan mudah dimangsa. Oleh sebab itulah pada “Twilight Zone” sebisa mungkin hewan-hewan laut untuk tidak terlihat, terutama oleh pemangsa. Contoh dari hewan-hewan laut yang mampu hidup pada zona ini adalah Phronima, Cumi-cumi, Amoeba, Comb Jelly, Cope pod, dan ikan Hatchet. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya.

Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence. Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Bioluminescence digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya.

Walau nyaris tidak tergantung dengan sinar matahari, namun siklus harian matahari sangat mempengaruhi keadaan laut dalam, seribu juta ton makhluk hidup naik ke air dangkal setiap malam, kemudian setiap fajar mereka kembali ke laut dalam yang lebih aman dari predator. Kehidupan makhluk laut yang memerlukan fotosentesis untuk dapat mendapatkan energi pada umumnya berada pada kedalaman diatas 100 m, sebab pada kedalaman lebih dari 100 m tidak ada lagi proses fotosintesis karena sinar matahari tak mampu menembus sampai kedalaman ini. Pada kedalaman ribuan meter di laut suhu air turun hingga dibawah 4 centigrade dan tekanan dapat mencapai 100 kali lipat dari permukaan. Walau dengan keadaan yang sangat ekstrim tersebut, di laut dalam tetap ada kehidupan, hewan laut yang mampu hidup pada kedalaman tersebut adalah Echinoderms, Sea Cucumbers, Brittle stars, dan Sea urchins.

Batuan di dalam laut berfungsi sebagai jangkar bagi hewan yang mengguntung hidup pada makanan yang lewat. Misalnya, Crinoids atau lebih dikenal dengan nama Bunga Lili Laut sebab hewan ini kelihatan seperti tumbuhan yang lengkap dengan daun dan tangkai, namun sebenarnya Crinoids merupakan jenis hewan.

Ditemukan koral dikedalaman 2000 m di perairan dingin di teluk Norwegia, tingginya 30 m dan panjangnya 200 m. Untuk bertahan hidup koral tersebut harus mampu menangkap makanan dengan efisien sebab matahari tidak dapat masuk pada kedalaman 2000 m sehingga koral tersebut tidak dapat memperoleh energi dari sinar matahari. Bukan hanya koral yang mampu hidup dikedalaman ini, hewan laut seperti hiu pun mampu hidup bahkan sampai kedalaman 2500 m. Makanan mereka pada kedalaman ini adalah berupa fosil atau bangkai hewan laut, seperti Hiu.

Zona Afotik

Tepat ditengah lautan dalam terbaring suatu struktur geologi terbesar planet kita yaitu pegunungan ditengah laut. Dengan ketinggian 2 mil diatas dasar laut, membentang sejauh lebih 28 ribu mil. Terdapat cerobong yang mengeluarkan air panas yang dapat melelehkan, artinya ada aktivitas vulkanisme di kedalaman ini. Jika dipermukaan 100o Centigrade, maka dibawah laut air akan tetap cair pada suhu 400o centigrade. Pada keadaan ini air dipenuhi dengan kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) yang beracun. Walau keadaan yang demikian terdapat penghuni dicerobong tersebut yaitu Puly Chaek yang terdapat pada suhu 80o centigrade. Tidak ada hewan yang lain yang bisa hidup pada suhu dan tekanan tinggi, sehingga para ilmuwan menyebutnya cacing pompeii. Dicerobong lain dipenuhi komunitas dari beberapa organisme, bagian bawah dari lubangnya dipenuhi oleh kerang besar, kemudian kepiting putih, yang menajubkan ada cacing berwarna merah yang memenuhi bagian dari cerobong tersebut dengan panjang masing-masing 2 m dan lebar 4 cm. Didalam tubuh mereka terdapat bakteri yang mampu menyerap energi dari sulfida yang keluar dari cerobong. Koloni bakteri ini adalah sumber energi utama setiap makhluk hidup disini. Bakteri dan mikroba lainnya adalah inti dari rantai makanan yang diperlukan oleh lebih dari 500 spesies. Bagian teratas dari rantai makanan ada ikan yang tidak pernah bergerak jauh dari lubang itu.

Selain dengan sulfida ada yang menggunakan sumber energi lain yaitu dengan menggunakan gas Metan (CH4). Dan sekali lagi hewan yang ada didasar laut tersebut mengandung bakteri khusus yang mampu mengolah energi dari gas metan ini. Hewan laut yang hidup di ekosistem ini adalah udang, lobster, cacing polychaete merah, dan kerang.

Perbandingan Dengan Ekosistem Dasar Laut di Perairan Laut Sulawesi Utara

Jika dibandingkan antara ekosistem laut dalam yang dijelaskan di Film Blue Planet dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara, maka kurang lebih dua ekosistem tersebut memiliki banyak persamaan. Persamaan diantaranya adalah adanya Gunung Api bawah laut, kemudian beberapa jenis hewan lautnya. Seperti cacing yang berwarna merah dan kerang laut yang hidupnya tergantung dengan kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) ataupun gas Metan (CH4), seperti yang tampak pada gambar diatas yang membandingkan ekosistem laut dalam yang ada di Film Blue Planet (gambar atas) dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara (gambar bawah), tepatnya di Laut Sangihe Talaud yang merupakan wilayah atau zona Segitiga Terumbu Karang.
Segitiga Terumbu Karang adalah ekosistem laut yang paling beragam dan dari segi biologi paling rumit di planet ini. Ini mencakup sebagian wilayah Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Dengan luas 5,7 juta km2, hampir setara dengan luasnya 48 negara bagian AS tanpa Alaska dan Hawaii. Hal ini setanding dengan kekayaan dan keragaman dan kelebatan hutan di Amazon. Segitiga Terumbu Karang juga dihuni oleh lebih dari 600 spesies karang pembentuk-terumbu (75% sudah dikenal ilmu pengetahuan), 3000 spesies ikan terumbu karang (40% spesies terumbu karang yang ada di dunia), 6 dari 7 spesies penyu laut di dunia, dan tiga perempat Moluska atau hewan laut bertulang lunak seperti tripang, tiram, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain.

Lokasi ekosistem laut dalam (deep sea) di Laut Sangihe Talaud, Sulawesi Utara dan letak segitiga terumbu karang di Indonesia

Yoga Prismanata

Saya adalah seorang penggiat di dunia pendidikan. Konsentrasi saya sekarang ialah dalam hal teknologi pendidikan dan pendidikan geografi. Saya sangat suka dalam menciptakan karya, baik berupa tulisan maupun media pembelajaran.

9 Komentar

Kami ucapkan terima kasih telah mengunjungi dan membaca tulisan di website kami. Silahkan sampaikan kritik, saran, dan diskusi melalui kolom komentar.

Lebih baru Lebih lama