Teknologi Pendidikan : Aplikasinya Terhadap Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Definisi umum yang berkembang tentang belajar ialah sebuah proses perkembangan seseorang yang semula tidak tahu menjadi tahu. Namun, banyak sekali definisi mengenai belajar seperti halnya yang disebutkan Pritchard (2009:2) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari sebuah pengalaman dan praktik, proses pengumpulan pengetahuan, proses menumbuhkan pengetahuan dan kemampuan, sebuah proses membangun pengetahuan secara mandiri berdasarkan pengalaman yang berasal dari berbagai sumber. Dengan demikian, belajar merupakan proses yang membuat seseorang mengerti atau memahami sesuatu hal. Pemahaman dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan yang sifatnya baru, artinya bukan dari suatu hal yang sudah diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka proses belajar akan terjadi jika seseorang atau peserta didik mampu memahami suatu hal yang baru atau mendapatkan pengetahuan yang baru dari pengalamannya belajar di dalam ataupun di luar kelas. 

Sedangkan pembelajaran menurut Degeng (2013:2) ialah suatu upaya untuk membelajarkan peserta didik. Berpijak dari definisi pembelajaran tersebut, maka dalam suatu kegiatan pembelajaran harus terdapat berbagai aktivitas yang bertujuan untuk membuat peserta didik belajar. Sejalan dengan definisi belajar yang dikemukakan sebelumnya maka dalam pembelajaran terdapat aktivitas belajar yakni aktivitas yang menyebabkan peserta didik mengetahui atau memahami sesuatu hal yang baru secara tepat guna (efisien).

Setelah mengetahui apa saja yang seharusnya terdapat dalam kegiatan belajar dan pembelajaran, maka selanjutnya dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia baik pada skala makro dan mikro. Permasalahan umum yang terjadi meliputi:
  1. Pemahaman peserta didik di Indonesia rendah. Hal tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap kualitas lulusan dan sumberdaya manusia.
  2. Kualitas pembelajaran di Indonesia rendah. Hal tersebut dapat disebabkan berbagai faktor mulai dari kreatifitas guru yang kurang baik, penyusunan kurikulum yang kurang tepat oleh pemerintah, dan tidak meratanya kualitas sarana dan prasarana yang baik serta memadai sebagai sebuah komponen pendukung.
Berdasarkan data yang dimiliki UNESCO berdasarkan analisis EFA Development Index (EDI). EDI dihitung berdasarkan empat komponen yaitu Pendidikan Dasar Universal, Index Baca Orang Dewasa, Kesetaraan Gender, dan Kualitas Pendidikan. Berdasarkan EFA Development Index tahun 2012, Indonesia berada di urutan 68 di bawah Turki, Oman, dan Panama (UNESCO, 2015:232). Berikut data lengkap dari EFA Development Index tahun 2012.
Gambar. Tabel EFA Development Index Tahun 2012
(UNESCO, 2015:232)

Pada tabel tersebut terdapat indeks yang menunjukkan kualitas pendidikan yaitu Survival Rate to Grade 5. Indonesia memiliki indeks kualitas pendidikan sebesar 0,895. Nilai indeks tersebut dapat digolongkan relatif rendah jika dibandingkan dengan negara – negara lain, bahkan di bawah Brunei Darussalam. Namun jika dilihat dari keseluruhan negara di dunia, Indonesia memiliki indeks kualitas pendidikan yang tergolong menengah.

Berikut beberapa data lain mengenai hasil buruk yang dicapai dunia pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir (Kompas, 2014).
  1. Sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan.
  2. Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal, nilai standar kompetensi guru adalah 75.
  3. Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara, pada pemetaan kualitas pendidikan, menurut lembaga The Learning Curve.
  4. Dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49, dari 50 negara yang diteliti.
  5. Pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64, dari 65 negara yang dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), pada tahun 2012. Mendikbud mengatakan, tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan.
Teknologi Pendidikan mempunyai bidang garapan yang memiliki sasaran terhadap pembelajaran serta untuk meningkatkan kemampuan (performance). Bidang garapan teknologi pendidikan yang meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi memberi jawaban atas permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Solusi dalam permasalahan tersebut tentu harus dilihat berdasarkan permasalahannya, karena setiap permasalahan memiliki karakteristik yang berbeda. Berikut aplikasi TP secara praktis yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, berdasarkan jenis masalahnya:
a.       Pemahaman peserta didik yang rendah
Rendahnya pemahaman peserta didik sebenarnya jika dikaitkan dengan kualitas pembelajaran pasti akan ada benang merahnya. Kegiatan praktis yang dapat dilakukan untuk mengatasi tersebut ialah dengan mengevaluasi proses pembelajaran yang berlangsung. Hasil dari kegiatan evaluasi tersebut ialah berupa temuan masalah yang menjadi faktor utama rendahnya pemahaman peserta didik. Faktor tersebut dapat datang dari lingkungan sekolah yang kurang kondusif, ruang kelas yang tidak mendukung untuk iklim pembelajaran, guru yang kurang memadai, sumber belajar yang kurang, dan peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Penyelesaian dari masalah tersebut ialah tidak mudah dan membutuhkan waktu, namun hal yang dapat diusahakan ialah dengan membuat desain serta melakukan penataan lingkungan yang nyaman sebagai tempat belajar, mengadakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru, pengembangan berbagai sumber – sumber belajar bagi guru dan peserta didik, dan analisis karakteristik peserta didik untuk melihat potensi mereka.
b.      Kualitas pembelajaran yang rendah
Kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh berbagai hal termasuk penyusunan kurikulum. Sedangkan pada masalah kualitas fisik sekolah dipengaruhi oleh pembiayaan pendidikan dan kondisi geografisnya. Kurikulum yang diberlakukan saat ini dirasakan luar biasa lengkap dan sesuai dengan teori yang ada. Kurikulum yang diterapkan saat ini berusaha untuk mencapai tingkatan ideal sebuah sistem pembelajaran. Akan tetapi, pada akhirnya ketidaksiapan guru dan berbagai pihak yang lain menyebabkan kualitas pembelajaran berkurang. Dokumen yang perlu disusun dalam kurikulum 2013 sangat banyak dan hal tersebut menciptakan suatu kondisi bahwa dokumen lebih diutamakan daripada tugas utama untuk mengajar. Hal – hal yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan evaluasi kurikulum yang berlaku untuk mendapatkan kelemahan dalam pelaksanaannya, serta melakukan analisis kebutuhan untuk mengetahui kebutuhan apa yang paling dibutuhkan pendidikan di Indoesia untuk saat ini sehingga dapat melihat proyeksi kebutuhan pendidikan di masa yang akan datang. Jika diperlukan, maka pemerintah pusat bersama pemerintah daerah melakukan kerjasama untuk mengembangkan sebuah alat (tools) yang berfungsi untuk mengelola berbagai dokumen guru, sehingga guru akan mudah menyusun dan mengelola berbagai dokumen tersebut. 


Referensi :
Degeng, Nyoman S. (2013). Ilmu Pembelajaran: Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan Teori dan Penelitian. Bandung: Aras Media
Kompas. (1 Desember 2014). Anies Baswedan Sebut Pendidikan Indonesia Gawat Darurat. Kompas Edukasi. Diambil pada tanggal 10 Januari 2016, dari http://edukasi.kompas.com/ read/2014/12/01/13455441/anies.baswedan.sebut.pendidikan.indonesia.gawat.darurat
Pritchard, Alan. (2009). Ways of Learning: Learning Theories and Learning Styles in The Classroom. London: Routledge
UNESCO. (2015). Education For All 2000 – 2015 : Achievements And Challenges. Paris : UNESCO Publishing



Yoga Prismanata

Saya adalah seorang penggiat di dunia pendidikan. Konsentrasi saya sekarang ialah dalam hal teknologi pendidikan dan pendidikan geografi. Saya sangat suka dalam menciptakan karya, baik berupa tulisan maupun media pembelajaran.

1 Komentar

Kami ucapkan terima kasih telah mengunjungi dan membaca tulisan di website kami. Silahkan sampaikan kritik, saran, dan diskusi melalui kolom komentar.

Lebih baru Lebih lama